Jumat, 28 Maret 2014

I. PENDAHULUAN

     Sekilas, jika kita menemukan istilah berpikir dan bernalar, secara mentah kemungkinan kita akan menganggap bahwa definisi dari keduanya adalah sama. Dalam pemakaian sehari – hari, kata berpikir sering disamakan dengan bernalar atau berpikir secara diskursif dan kalkulatif. Kecenderungan ini  semakin besar dengan semakin dominannya rasionalitas ilmiah teknologis atau rasionalitas instrumental. Akan tetapi, menurut Sudarminta, sesungguhnya berpikir lebih luas dari sekedar bernalar (Basis 05 – 06, 2000 : 54). Seperti dikemukakan oleh Habermas, selain rasionalitas ilmiah – teknologis, masih ada rasionalitas tindakan komunikatif.


II. ISI

Berfikir adalah suatu kegiatan mental yang melibatkan kerja otak. Kegiatan berfikir juga melibatkan seluruh pribadi manusia dan juga melibatkan perasaan dan kehendak manusia. Memikirkan sesuatu berarti mengarahkan diri pada objek tertentu, menyadari kehadirannya seraya secara aktif menghadirkannya dalam pikiran kemudian mempunyai gagaan atau wawasan tentang objek tersebut.
Berfikir juga berarti berjerih – payah secara mental untuk memahami sesuatu yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang dihadapi. Dalam berfikir juga termuat kegiatan meragukan dan memastikan, merancang, menghitung, mengukur, mengevaluasi, membandingkan, menggolongkan, memilah – milah, atau membedakan, menghubungkan, menafsirkan, melihat kemungkinan – kemungkinan yang ada, membuat analisis dan sintesis, menalar, atau menarik kesimpulan dari premis – premis yang ada, menimbang dan memutuskan.
Sedangkan hakekat dari penalaran adalah suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang bersifat pengetahuan. Akan tetapi tidak semua kegiatan berpikir mendasarkan diri pada penalaran (Jujun S. Suriasumantri, 2002:43)
Seperti yang kita ketahui bahwa dengan bernalar kita akan memperoleh kesimpulan yang lurus. Suatu penarikan kesimpulan baru dianggap sah apabila proses penarikan kesimpulan tersebut dilakukan menurut cara tertentu yang disebut logika. Logika dapat diartikan sebagai ilmu kecakapan untuk berpikir lurus. Akan tetapi Drs. Heru Suharto, S. Fi. mengatakan dalam bukunya yang berjudul Kesesatan-Kesesatan Dalam Penalaran bahwa untuk sampai pada suatu ketepatan bernalar, terdapat rambu-rambu yang sangat perlu diperhatikan agar tidak terjadi kesesatan. Jadi dalam menggunakan logika pun kita harus hati-hati karena apabila logika yang digunakan ternyata tidak sesuai dengan rambu-rambu kebenaran yang ada, maka kita hanya akan memperoleh kesimpulan yang salah.
Proses bernalar meliputi beberapa tahap. Tahapan-tahapan tersebut adalah:
1.Mengerti, tahap dimana seseorang memahami segala aspek dari   objek yang diamati.
2.Memutuskan, menetapkan kesimpulan sementara berdasarkan fakta-fakta yang ada.
3.Menyimpulkan, memberikan kesimpulan yang pasti mengenai objek yang diamati setelah fakta-fakta yang ada di uji kembali kebenarannya.

III. KESIMPULAN DAN PENUTUP

1.  Pada hakikatnya berikir merupakan ciri utama bagi manusia untuk   membedakan antara manusia dan mahkluk lain.
2. Berfikir juga berarti berjerih – payah secara mental untuk memahami        sesuatu yang dialami atau mencari jalan keluar dari persoalan yang sedang  dihadapi.
3. Berfikir lebih luas dari sekedar bernalar.
4. Berfikir merupakan daya yang paling utama serta merupakan ciri yang khas yang membedakan manusia dan hewan. Manusia dapat berfikir karena manusia mempunyai bahasa, sedangkan hewan tidak.